PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA MPR, DPR, DAN DPD DALAM MEWUJUDKAN SISTEM KETATANEGARAAN YANG BERKEDAULATAN RAKYAT
Jurnal Independent
View Archive InfoField | Value | |
Title |
PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA MPR, DPR, DAN DPD DALAM MEWUJUDKAN SISTEM KETATANEGARAAN YANG BERKEDAULATAN RAKYAT
|
|
Creator |
Rochmawanto, Munif
|
|
Description |
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen, sistem parlemen di Indonesia adalah satu kamar (monocameral), meski terdapat dua badan perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam sistem parlemen ini kekuasaan legislasi diletakkan kepada DPR bersama-sama Presiden. Seiring dengan perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, berdasarkan amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sistem satu kamar tersebut berubah menjadi sistem parlemen dua kamar (bicameral), yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hal ini berarti bahwa kekuasaan legislasi berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Perubahan mendasar terjadi pada Pasal 1 ayat (2) yang sebelumnya berbunyi “Kedaulatan di tangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, berubah menjadi “Kedaulatan Rakyat berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan yang sangat mendasar terhadap Pasal 1 ayat (2) telah menimbulkan reaksi keras dari Gerakan Nurani Parlemen, Forum Kajian Ilmiah Konstitusi, sekelompok purnawirawan ABRI dan akademisi yang menentang rumusan itu. Mereka menilai perubahan itu telah mengubah dasar “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pennusyawaratan atau perwakilan”, dan meniadakan eksistensi MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Tetapi pandangan tersebut ditolak oleh sebagaian kelompok lain, bahwa eksistensi MPR tidak akan hilang tetapi berubah fungsi sebagai forum, dan bukan lagi sebagai lembaga. Karena forum, maka MPR tidak perlu lembaga, tetapi hanya merupakan sidang gabungan (joint sesion) antara DPR dan DPD, yang dirumuskan dalam pasal 2 (Rancangan perubahan Keempat). MPR mengubah diri sebagai parlemen bicameral.Keywords : Pembagian Kekuasaan, Sistem Ketatanegaraan, Berkedaulatan Rakyat
|
|
Publisher |
Universitas Islam Lamongan
|
|
Contributor |
—
|
|
Date |
2014-06-01
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://jurnalhukum.unisla.ac.id/index.php/independent/article/view/14
10.30736/ji.v2i1.14 |
|
Source |
Jurnal Independent; Vol 2, No 1 (2014): Jurnal Independent; 1-12
Jurnal Independent; Vol 2, No 1 (2014): Jurnal Independent; 1-12 2775-1090 2338-7777 10.30736/ji.v2i1 |
|
Language |
ind
|
|
Relation |
http://jurnalhukum.unisla.ac.id/index.php/independent/article/view/14/14
|
|
Rights |
Copyright (c) 2018 Jurnal Independent
|
|