PERKAWINAN SIRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF DAN HAK ASASI MANUSIA
Jurnal Independent
View Archive InfoField | Value | |
Title |
PERKAWINAN SIRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF DAN HAK ASASI MANUSIA
|
|
Creator |
Isnaini, Enik
|
|
Description |
Perkawinan siri merupakan bentuk ajaran hukum islam dan jika dipandang dari hukum perkawinan yaitu Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan siri merupakan bentuk perkawinan yang dilarang oleh hukum perkawinan. Namun hal ini jika dikaitkan dengan adanya hak asasi manusia, dimana perkawinan merupakan hak dasar yang dijamin oleh konstitusi maupun undang-undang maka perkawinan siri sah-sah saja. Oleh Karena itu masalah perkawinan sirri merupakan konflik norma yaitu norma hukum islam, hukum perkawinan dan hak asasi manusia. Sehingga keberadaan kawin sirri yang berkembang di masyarakat terdapat pro dan kontra.Perkawinan sirri termasuk kategori perkawinan yang dilakukan dibawah tangan, yang mana menurut ketentuan Hukum Islam adalah sah, sedangkan secara hukum dapat dikatakan tidak sah (batal) atau dapat dibatalkan. Untuk mendapatkan status Hukum perkawinan sirri dengan jalan mengisbatkan dahulu (mengesahkan) akan perkawinannya di Pengadilan Agama. Bagi orang-orang yang melaksanakan perkawinan sirri dapat dikenakan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 45, yang dikenakan aturan ini bukan karena pelaksanan dari perkawinan itu tetapi karena pelanggarannya.Perkawinan sirri apabila dilihat dari perspektif hak asasi manusia tidak bertentangan dengan hukum karena masalah perkawinan merupakan hak dasar bagi manusia yang merupakan anugerah dari Tuhan dan itu telah diatur dalam konstitusi (UUD 1945) maupun dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Namun demikian masalah perkawinan sirri saat ini masih diperbincangkan atau diperdebatkan oleh ulama’, praktisi hukum maupun para pemegang kekuasaan negara yang kaitannya dengan sanksi hukum perkawinan sirri. Dalam perkawinan sirri akan berakibat hukum terhadap staus anak/staus social maupun terhadap harta kekayaan perkawinan dan disamping itu perkawinan siri tersebut tidak menjamin adanya kepastian hukum baik bagi suami isteri maupun bagi anak-anaknya serta dapat menimbulkan anggapan-anggapan negatif dalam lingkungan masyarakat.Keywords : Perkawinan Sirih, Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, HAM
|
|
Publisher |
Universitas Islam Lamongan
|
|
Contributor |
—
|
|
Date |
2014-06-01
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://jurnalhukum.unisla.ac.id/index.php/independent/article/view/18
10.30736/ji.v2i1.18 |
|
Source |
Jurnal Independent; Vol 2, No 1 (2014): Jurnal Independent; 51-64
Jurnal Independent; Vol 2, No 1 (2014): Jurnal Independent; 51-64 2775-1090 2338-7777 10.30736/ji.v2i1 |
|
Language |
ind
|
|
Relation |
http://jurnalhukum.unisla.ac.id/index.php/independent/article/view/18/18
|
|
Rights |
Copyright (c) 2018 Jurnal Independent
|
|