Problematika Iddah dan Ihdad (Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanafi)
Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman
View Archive InfoField | Value | |
Title |
Problematika Iddah dan Ihdad (Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanafi)
Problematika Iddah dan Ihdad (Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanafi) |
|
Creator |
Kholid, M.
Aziz, Abdul |
|
Subject |
Problemantika;Iddah; Ihdad
Problemantika;Iddah; Ihdad |
|
Description |
Memang iddah sudah dikenal sejak zaman jehiliyah. Kemudian setalah datangnya Islam, iddah dilanjutkan karena bermamfaat bagi kelangsungan hidup antara istri dan suami. (Al-hamdani, 1989:251). Begitu pula dengan ihdad, yakni suatu konsisi dimana kaum perempuan yang harus saja ditinggal mati suaminya, bahkan anggota keluarganya juga mengisolasikan diri didalan ruang yang terpisah, tidak boleh ganti pakaian dan tidak boleh memakai wewangian dan ini dilakukan selama saru tahun pennuh, bahkan diilustrasiakan dalam sebuah hadis, begitu busuknya badan perempuan yang ber-ihdad tersebut sehingga tak seorangpun berani menghampirinya, dan seandainya ia keluar ruangan dengan segera burung-burung gagak akan menyergapnya lantaran bau busuknya yang ditimbulkan. (Ghazali, 2000:138). Menghadapi problem model tradisi seperti ini secara perlahan Islam datang melakukan perubahan-perubahan yang cukup mendasar, Islam datang dengan mengupayakan adanya pengurungan waktu berkabung dengan seorang istri, dan ini dilakukan tidak dengan cara merendahkan atau menistakan diri. Maka dibuatlah suatu ketentuan Iddah. Nah, Iddah dan Ihdad ini menjadi fokus utama yang perlu dibahas secara jelas dan terperinci dan mendalam atas problematika iddah dan ihdad dengan menampilkan pendapat Madzhab Syafi’I dan Mazhab Hanafi.
Memang iddah sudah dikenal sejak zaman jehiliyah. Kemudian setalah datangnya Islam, iddah dilanjutkan karena bermamfaat bagi kelangsungan hidup antara istri dan suami. (Al-hamdani, 1989:251). Begitu pula dengan ihdad, yakni suatu konsisi dimana kaum perempuan yang harus saja ditinggal mati suaminya, bahkan anggota keluarganya juga mengisolasikan diri didalan ruang yang terpisah, tidak boleh ganti pakaian dan tidak boleh memakai wewangian dan ini dilakukan selama saru tahun pennuh, bahkan diilustrasiakan dalam sebuah hadis, begitu busuknya badan perempuan yang ber-ihdad tersebut sehingga tak seorangpun berani menghampirinya, dan seandainya ia keluar ruangan dengan segera burung-burung gagak akan menyergapnya lantaran bau busuknya yang ditimbulkan. (Ghazali, 2000:138). Menghadapi problem model tradisi seperti ini secara perlahan Islam datang melakukan perubahan-perubahan yang cukup mendasar, Islam datang dengan mengupayakan adanya pengurungan waktu berkabung dengan seorang istri, dan ini dilakukan tidak dengan cara merendahkan atau menistakan diri. Maka dibuatlah suatu ketentuan Iddah. Nah, Iddah dan Ihdad ini menjadi fokus utama yang perlu dibahas secara jelas dan terperinci dan mendalam atas problematika iddah dan ihdad dengan menampilkan pendapat Madzhab Syafi’I dan Mazhab Hanafi. |
|
Publisher |
LP3M STAI Darul Hikmah Bangkalan
|
|
Date |
2015-02-27
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Articles Articles |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alinsyiroh/article/view/3344
10.35309/alinsyiroh.v1i1.3344 |
|
Source |
Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman; Vol 1 No 1 (2015): Maret; 117-133
Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman; Vol. 1 No. 1 (2015): Maret; 117-133 2656-6680 2477-4928 10.35309/alinsyiroh.v1i1 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alinsyiroh/article/view/3344/2478
|
|