Record Details

Nafkah Sebuah Konsekuensi Logis dari Pernikahan

The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law

View Archive Info
 
 
Field Value
 
Title Nafkah Sebuah Konsekuensi Logis dari Pernikahan
 
Creator Faizah, Isniyatin
 
Subject Pernikahan
hak isteri
nafkah
Pernikahan
hak isteri
nafkah
 
Description Pemberian nafkah merupakan kewajiban seorang suami terhadap isteri setelah adanya ikatan pernikahan yang sah, isteri menyerahkan dirinya kepada suaminya, isteri bersedia diajak pindah tempat sesuai dengan keinginan suami, isteri tersebut adalah orang yang telah dewasa, isteri patuh dan taat kepada suami. Dalam hal seperti ini isteri berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya selama isteri tidak nusyuz dan tidak ada sebab lain yang akan menyebabkan terhalangnya nafkah, yang mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya. Adapun ukuran nafkah itu diukur berdasarkan kebutuhan isteri yang mencakup sandang, pangan dan papan, sedangkan ulama mazhab lain mengatakan disesuaikan kondisi suami, bukan kondisi isteri. Adapun nafkah bagi isteri ghaib ketika akad dilaksanakan dan suami mengetahui bahwa isterinya itu seorang wanita pekerja/karir yang tidak mungkin tinggal di rumah, maka suami tidak berhak meminta isterinya untuk meninggalkan pekerjaannya. Akan tetapi kalau suami memintanya juga, dan isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka kewajiban memberi nafkah kepada isterinya itu tidak menjadi gugur. Apabila suami tidak mengetahui kalau isterinya adalah seorang wanita pekerja/karir ketika akad dilaksanakan, maka suami berhak meminta isterinya meninggalkan pekerjaannya, dan kalau isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka dia tidak berhak atas nafkah.
Pemberian nafkah merupakan kewajiban seorang suami terhadap isteri setelah adanya ikatan pernikahan yang sah, isteri menyerahkan dirinya kepada suaminya, isteri bersedia diajak pindah tempat sesuai dengan keinginan suami, isteri tersebut adalah orang yang telah dewasa, isteri patuh dan taat kepada suami. Dalam hal seperti ini isteri berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya selama isteri tidak nusyuz dan tidak ada sebab lain yang akan menyebabkan terhalangnya nafkah, yang mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya. Adapun ukuran nafkah itu diukur berdasarkan kebutuhan isteri yang mencakup sandang, pangan dan papan, sedangkan ulama mazhab lain mengatakan disesuaikan kondisi suami, bukan kondisi isteri. Adapun nafkah bagi isteri ghaib ketika akad dilaksanakan dan suami mengetahui bahwa isterinya itu seorang wanita pekerja/karir yang tidak mungkin tinggal di rumah, maka suami tidak berhak meminta isterinya untuk meninggalkan pekerjaannya. Akan tetapi kalau suami memintanya juga, dan isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka kewajiban memberi nafkah kepada isterinya itu tidak menjadi gugur. Apabila suami tidak mengetahui kalau isterinya adalah seorang wanita pekerja/karir ketika akad dilaksanakan, maka suami berhak meminta isterinya meninggalkan pekerjaannya, dan kalau isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka dia tidak berhak atas nafkah.
 
Publisher Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban
 
Date 2021-10-31
 
Type info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
 
Format application/pdf
 
Identifier https://ejournal.iainutuban.ac.id/index.php/jaksya/article/view/142
10.51675/jaksya.v1i1.142
 
Source The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law; Vol 1 No 1 (2020): April ; 72-87
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law; Vol 1 No 1 (2020): April ; 72-87
2809-3402
10.51675/jaksya.v1i1
 
Language ind
 
Relation https://ejournal.iainutuban.ac.id/index.php/jaksya/article/view/142/127
 
Rights Copyright (c) 2020 JAKSYA : The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law