Paradigma Hukum Islam dalam Penyelesaian Sengketa
International Journal Ihya' 'Ulum al-Din
View Archive InfoField | Value | |
Title |
Paradigma Hukum Islam dalam Penyelesaian Sengketa
|
|
Creator |
Rokhmad, Abu
|
|
Subject |
Dispute Settlement; Islamic Law; Paradigm
|
|
Description |
Disputes are a human phenomenon that is always present in society. In the event of a dispute, there are two mechanisms that can be used to resolve it, namely through court (litigation) and outside court (non-litigation). The litigation paradigm believes that the law must be enforced to end the conflict. In addition, a non-litigation paradigm is used, a paradigm that is rooted in consensus, deliberation or peace settlement between the parties. The philosophy of resolution is not to seek absolute victory on the one hand, so there must be another party to lose. This paradigm further encourages the conflict to end by making all parties as winners (win-win solution). Even if there is an unfulfilled desire, then both parties must bear the same weight loss. Islamic law also recognizes two paradigms of dispute settlement. Islamic law supports any dispute settled by law in the court (al-qadha). There is nothing wrong if society brings the issue before the judge. But Islamic law calls for moral advice, it is better for the parties to make peace and settle the matter in a kinship (islah, tahkim).---Sengketa merupakan fenomena manusiawi yang hampir selalu ada di masyarakat. Jika terjadi sengketa, ada dua mekanisme yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya, yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi). Paradigma litigasi meyakini bahwa hukum harus ditegakkan untuk mengakhiri konflik yang terjadi. Di samping itu, juga digunakan paradigma non-litigasi, yaitu paradigma yang berakar pada konsensus, musyawarah atau penyelesaian damai antar para pihak. Falsafah resolusinya bukan untuk mencari kemenangan mutlak di satu pihak sehingga harus ada pihak lain yang kalah. Paradigma ini lebih mendorong agar konflik dapat diakhiri dengan menjadikan semua pihak sebagai pemenang (win-win solution). Kalaupun ada keinginan yang tak terpenuhi, maka kedua belah pihak harus menanggung beban kalah yang sama beratnya. Hukum Islam juga mengenal dua paradigma penyelesaian sengketa. Hukum Islam mendukung setiap sengketa diselesaikan secara hukum di pengadilan (al-qadha). Tidak ada yang salah bila masyarakat membawa persoalannya dihadapan hakim. Tetapi hukum Islam menyerukan anjuran moral, sebaiknya para pihak berdamai dan menyelesaikan masalahnya secara kekeluargaan (islah, tahkim).
|
|
Publisher |
Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Indonesia
|
|
Contributor |
—
|
|
Date |
2017-09-07
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion — |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/ihya/article/view/1731
10.21580/ihya.17.1.1731 |
|
Source |
International Journal Ihya' 'Ulum al-Din; Vol 18, No 1 (2016); 49-64
2580-5983 1411-3708 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/ihya/article/view/1731/pdf
|
|
Rights |
Copyright (c) 2017 International Journal Ihya' 'Ulum al-Din
|
|