Implementasi Perdamaian (Ash-Shulhu) Melalui Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Kediri Terhadap Perkara Perceraian
SAINTEKBU
View Archive InfoField | Value | |
Title |
Implementasi Perdamaian (Ash-Shulhu) Melalui Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Kediri Terhadap Perkara Perceraian
|
|
Creator |
Nawawie, A Hasyim
|
|
Description |
Peradilan Agama telah berfungsi sebagai layaknya lembaga peradilan pada umumnya di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia Mahkamah Agung dituntut memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pencari keadilan lewat putusan pengadilan di bawahnya (litigasi). Di sisi lain, jalur litigasi masih dianggap lambat, mahal, kaku, tidak mampu memuaskan keinginan kedua belah pihak, bahkan dapat berdampak dendam. Oleh karena itu, alternatif penyelesaian sengketa sebagai jalur non litigasi (perdamaian; win win solution) sangat dibutuhkan, salah satunya adalah mediasi. Terkait dengan prosedur mediasi, Peraturan Mahkamah Agung Nomor.1 Tahun 2008 telah diperbarui yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (yuridis empiris) di Pengadilan Agama Kediri yang telah menerapkan prosedur mediasi. Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi, wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis kualitatif untuk menemukan gambaran mengenai penerapan konsep perdamaian (as{-s{ulh{u) sejak pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Fakta yang ditemukan berdasarkan penelitian terbagi menjadi 3 hal yaitu : (1) penerapan konsep perdamaian (As{-S{ulh{u) melalui mediasi di Pengadilan Agama Kediri pada Tahun 2016 telah berlangsung sejak pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016 (Februari – Mei 2016) khususnya terhadap perkara perceraian, (2) pengaruh mediasi di Pengadilan Agama Kediri masih rendah, yaitu 45.3 % dari seluruh perkara yang layak dimediasi, (3) masih terdapat kendala-kendala yang terbagi menjadi empat faktor yaitu dari pihak mediator, para pihak, sarana dan prasarana, serta prosedur mediasi. Peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut: (1) hendaknya Mahkamah Agung sering mengeluarkan aturan teknis mengenai mediasi di pengadilan, (2) rendahnya pengaruh mediasi seharusnya ditindaklanjuti sehingga dapat membantu penekanan terhadap penumpukan perkara, (3) Hendaknya mediator dapat melaksanakan tugas dengan baik, (4)semua pihak baik Pejabat Pengadilan, Hakim, Mediator, Pengacara dan Masyarakat hendaknya turut berperan aktif dan beriktikad baik dalam penyelesaian perkara melalui perdamaian (as{-s{ulh{u) dengan jalur mediasi sehingga penyelesaian perkara lebih mencerminkan keadilan sebagai cita-cita bersama.
|
|
Publisher |
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI
|
|
Date |
2018-06-04
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
https://ejournal.uniska-kediri.ac.id/index.php/Diversi/article/view/165
10.32503/diversi.v3i2.165 |
|
Source |
DIVERSI : Jurnal Hukum; Vol 3 No 2 (2017): Diversi Jurnal Hukum; 177-200
DIVERSI : Jurnal Hukum; Vol 3 No 2 (2017): Diversi Jurnal Hukum; 177-200 2614-5936 2503-4804 10.32503/diversi.v3i2 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
https://ejournal.uniska-kediri.ac.id/index.php/Diversi/article/view/165/143
|
|
Rights |
Copyright (c) 2017 DIVERSI
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ |
|