Record Details

MENILIK PEREMPUAN SEBAGAI SOCIAL CLIMBER DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM

Sawwa: Jurnal Studi Gender

View Archive Info
 
 
Field Value
 
Title MENILIK PEREMPUAN SEBAGAI SOCIAL CLIMBER DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM
 
Creator Nurudin, Nurudin
Muyassarah, Muyassarah
 
Subject women; social climber; Islamic economics
 
Description Social climber is described as a person who is eager to gain a higher social status in his or her society. In the globalization era, many women show off their styles that are not in accordance with their belongings. Those who look glamorous do not pay attention to the Islamic economic value. Therefore how women restrict the future generations not to be excessive in appearing their performance to avoid undesirable social and psychological impacts. Principally, Islam does not justify social climber because in Islamic economics istishod is recognized as the balance between the world and the hereafter which is in line with the Islamic economic goal namely al-falah. It means a balanced luck between the world and the hereafter. But it does not mean showing off glamorous behaviour in the world as such so it causes jealousy among the surrounding environment and induces criminals to commit crime such as theft, robbery and others. Social climber is also regarded as isrof means extravagance. Islamic economics forbids people to live extra­vagant­ly and miserly regardless of its impact because Islamic economics advocate simple life._________________________________________________________Social climber digambarkan sebagai seseorang yang ingin men­dapatkan status sosial yang lebih tinggi di sekitarnya. Dalam kondisi zaman globalisasi banyak perempuan yang bergaya pamer tidak sesuai dengan kondisi materi yang dimilikinya. Mereka yang ber­penampilan glamor tidak memperhatikan nilai-nilai ekonomi Islam. Oleh karena itu bagaimana para perempuan membatasi agar generasi-generasi mendatang tidak berlebihan dalam berpenampil­an untuk menghindari dampak sosial dan psikologi yg tidak diingin­kan. Pada prinsipnya, Islam tidak membenarkan social climber karena di dalam ekonomi Islam dikenal istilah istishod yakni ke­seimbangan antara dunia dan akhirat yang sejalan dengan tujuan ekonomi Islam yang disebut al-falah. Artinya keberuntungan yang seimbang antara dunia dan akhirat, jangan hanya untung dunia yang justru pamer atau berperilaku glamor yang menyebabkan kecemburuan lingkungan sekitar dan mengundang penjahat me­laku­kan kejahatan misalnya pencurian, perampokan dan lain-lain. Social climber juga termasuk isrof yakni pemborosan. Ekonomi Islam melarang hidup boros berfoya-foya dan kikir tanpa memperhatikan dampaknya karena ekonomi Islam menganjurkan hidup sederhana.
 
Publisher Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
 
Contributor
 
Date 2017-04-30
 
Type info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
 
Format application/pdf
 
Identifier https://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/1710
10.21580/sa.v12i2.1710
 
Source Sawwa: Jurnal Studi Gender; Vol 12, No 2 (2017): April 2017; 225-240
2581-1215
1978-5623
 
Language eng
 
Relation https://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/1710/1402
 
Rights http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0