Record Details

FATWA ULAMA NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR TENTANG HISAB RUKYAT

Jurnal Keislaman

View Archive Info
 
 
Field Value
 
Title FATWA ULAMA NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR TENTANG HISAB RUKYAT
 
Creator Ulum, Miftahul
 
Subject Hisab, Rukyat, NU, dan Muhammadiyah
 
Description Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yang berusaha menggambarkan secara komprehensif dan mendalam  tentang analisis astronomi terhadap pandangan tokoh NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah Jawa Timur yang berkaitan dengan penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya dalam menentukan awal bulan Syawal, dengan pendekatan astronomi. Sudah menjadi tradisi bahwa pada saat akan memasuki bulan suci Ramadhan umat muslim Indonesia seakan-akan kembali ‘mempertikaikan’ mengenai kapan dimulainya tanggal 1 Ramadhan yang merupakan awal dilaksanakannya puasa wajib bagi seluruh umat muslim. Setidaknya ada tiga waktu dimana kita umat muslim biasanya sering ‘bertikai’ yakni dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijah, pada saat Idul Adha. Ada dua metode dalam menentukan awal bulan hijriyah, yaitu metode rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan). Secara harfiah, rukyat berarti “melihat”. Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata telanjang”. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal sesuai dengan sunah Nabi. Sebaliknya, hisab berasal dari bahasa arab “habasa” artinya menghitung, mengira dan membilang. Dalam disiplin ilmu falak, kata hisab memilki arti ilmu hitung posisi benda-benda langit. Penelitian ini berupaya untuk kembali mengingatkan umat muslim tentang penentuan waktu awal dan akhir Ramadhan, khususnya tahun 2006-2007 yang mana NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menetapkan suatu kebijakan yang berbeda. Pada tahun tersebut terjadi perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua ormas itu sehingga perlu dikaji untuk ditarik benang merahnya  dan dicari solusi untuk penyatuan / kesamaan dalam penentuan awal bulan yang dimaksud. Pada intinya, menurut NU bahwa kita diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan dari awal sampai akhir bulan dengan penentuan awal puasa melalui metode: Ru’yah al-Hila>l atau melalui melihat hilal (bulan) baik Ramadhan maupun Syawal. Jika ru’yat bulan Ramadhan telah ditetapkan maka diwajibkan berpuasa. Jika ru’yat bulan Syawal telah ditetapkan, maka wajib tidak berpuasa (berbuka). Sebaliknya, sejak tahun 1969, Muhammadiyah tidak lagi melakukan rukyat dan memilih menggunakan hisab wujud al-hila>l, hal ini karena rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan paradigma bahwa Islam merupakan agama yang tidak sempit, maka solusi hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah. Secara garis besar, pandangan tokoh-tokoh NU Jatim tentang penetapan awal bulan Qamariyah adalah dengan ruyah al-hila>l, sebaliknya para tokoh Muhammadiyah Jatim membangun ontologi kriteria penentuan awal bulan Qamariyah dengan ilmu hisab. Dalam mensikapi perbedaan kriteria antara NU dan Muhammadiyah, sebagian tokoh NU Jawa Timur mensikapi dengan mengikuti pemerintah, sebagian yang lain mensikapi dengan mengikuti ikhbar PB NU.
 
Publisher Sekolah Tinggi Agama Islam Taruna Surabaya
 
Date 2018-09-01
 
Type info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
 
Format application/pdf
 
Identifier http://ejournal.kopertais4.or.id/susi/index.php/JK/article/view/3369
10.54298/jk.v1i2.3369
 
Source Jurnal Keislaman; Vol. 1 No. 2 (2018): Jurnal Keislaman; 244-272
2722-7804
2089-7413
10.54298/jk.v1i2
 
Language eng
 
Relation http://ejournal.kopertais4.or.id/susi/index.php/JK/article/view/3369/2379