Transformasi Pemikiran Muhammadiyah Dari Islam Modernis Ke Islam Konservatif Periode 1995-2015 (Persepektif Sosiologi Pengetahuan Karl Manheim)
Tadrisuna : Jurnal Pendidikan Islam dan Kajian Keislaman
View Archive InfoField | Value | |
Title |
Transformasi Pemikiran Muhammadiyah Dari Islam Modernis Ke Islam Konservatif Periode 1995-2015 (Persepektif Sosiologi Pengetahuan Karl Manheim)
|
|
Creator |
Indrawati
|
|
Subject |
Transformasi Pemikiran
Islam modernis Islam konservatif |
|
Description |
Fenomena muktamar Muhammadiyah yang diadakan lima tahun sekali, menjadi media bagi para sarjana muslim untuk mengamati dinamika perkembangan pemikiran Muhammadiyah. Lewat muktamar tersebut, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk merefleksikan dinamika pemikiran Muhammadiyah dari waktu ke waktu. Melalui muktamar ke−43 (1995) hingga muktamar ke−45 (2015), terdapat indikasi adanya transformasi pemikiran pada Muhammadiyah. Fokus tulisan ini ingin mengkaji pergeseran pemikiran Muhammadiyah tersebut melalui peristiwa–peristiwa yang terjadi di Muktamar tersebut. Adapun masalah yang hendak dijawab apa saja dinamika pemikiran yang dialami dan faktor−faktor apa saja yang mendorong lahirnya perubahan pemikiran pada kurun 20 tahun tersebut. Adapun teori yang digunakan adalah Teori Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim. Sedangkan metode penyusunan tulisan ini menggunakan metode library research. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pemikiran Muhammadiyah pada muktamar ke−43 (1995), memiliki pemikiran modernis dengan indikasi lahirnya nama baru majelis tarjih dan pengembangan pemikiran Islam, kemudian pada muktamar ke−44 (2000), Islam modernis Muhammadiyah semakin berkibar, dengan indikasi lahirnya PSAP, Institut Ma’arif, dan JIMM. Tetapi pada tahun 2005, terjadi transformasi pemikiran, Muhammadiyah cenderung menjadi konservatif, dengan indikator tersingkirnya figur−figur pemimpin modernis dari bursa pemilihan kepemimpinan Muhammadiyah. Kedua, majelis tarjih dan pengembangan pemikiran Islam berubah menjadi majelis tarjih dan tajdid (kembali seperti namanya semula), ketiga, kepemimpinan perempuan tidak ada karena dilarang, keempat, lewat peran Dien Syamsudin di MUI, Muhammadiyah mendukung fatwa haram atas Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, termasuk menganggap JIL adalah organisasi sesat, implikasi lebih lanjut dibubarkannya JIMM. kelima, memecat anggota−anggotanya yang berseberangan dengan kebijakan organisasi di atas, seperti Dawam Raharjo dan Mohammad Shofan. Adapun faktor pergeseran pemikiran ini dari sudut pandang sosiologi pengetahuan, karena dilatarbelakangi usaha untuk mengerem sisi liberalime/modernisme Muhammadiyah yang dianggap terlalu berlebihan, dan faktor eksternal, karena adanya penyusupan gerakan Islam transnasional, yang mengusung wacana Islam Konservatif di dalam tubuh Muhammadiyah ini.
|
|
Publisher |
Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tabiyah Raden Santri Gresik
|
|
Date |
2019-03-26
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://ejournal.stitradensantri.ac.id/index.php/tadrisuna/article/view/20
|
|
Source |
Tadrisuna : Jurnal Pendidikan Islam dan Kajian Keislaman; Vol. 2 No. 1 (2019): March 2019; 87-102
2620-3057 2615-8477 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
http://ejournal.stitradensantri.ac.id/index.php/tadrisuna/article/view/20/18
|
|
Rights |
Copyright (c) 2018 STIT Raden Santri Gresik
|
|