YURISPRUDENSI ISBAT NIKAH DALAM PASAL 7 KOMPILASI HUKUM ISLAM
Religi: Jurnal Studi Islam
View Archive InfoField | Value | |
Title |
YURISPRUDENSI ISBAT NIKAH DALAM PASAL 7 KOMPILASI HUKUM ISLAM
|
|
Creator |
Huda, Mahmud
|
|
Subject |
hukum islam; syariah
KHI; Isbat Nikah; Pengadilan Agama; Pernikahan |
|
Description |
Pasal 7 KHI tidak memberikan definisi isbat nikah secara implisit melainkan hanya berupa ketentuan-ketentuan yang masih bersifat umum. Dengan adanya pasal ini akan memberikan peluang bagi pelaku nikah di bawah tangan atau nikah sirri> serta poligami liar untuk mendapatkan penetapan atas pernikahan yang telah dilakukan dari Pengadilan Agama. Sehingga pasal KHI ini perlu adanya pembatasan dalam penerapannya. Isbat nikah merupakan penetapan atas pernikahan yang dilakukan oleh suami-isteri. Dimana pernikahan yang dilakukan oleh para pihak telah memenuhi syarat dan rukun nikah. Hal ini dilakukan karena berkaitan dengan unsur keperdataan yang merupakan wewenang dari Pengadilan Agama. Dalam ketentuan pasal 7 KHI tentang isbat nikah terdapat kerancun dan ketidaktepatan. Sehingga pasal ini perlu adanya pembatasan dalam penerapannya agar tidak menimbulkan problem baru dalam masyarakat. Permohonan isbat nikah adalah perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena perkawinan yang terjadi setelah adanya Undang-undang perkawinan mengandung prinsip pencatatan perkawinan demi menjaga kemaslahatan keluarga.Article 7 KHI does not provide a definition marriage establishment but only the common rules. The presence of the chapter will provide opportunities for offenders to do unregistered marriage or sirri and wild polygamy to get the marriage establishment made by Religious Courts. Hence, this KHI chapter need to limit in the usage. marriage establishment is a determination of the marriage performed by a husband and wife. It is performed by the couple husband and wife whose fulfilled the rule and requirement. This must be done related to the civil law which is the authority of the Islamic Court. It is important to understand that in the chapter 7 of KHI, there are ambiguity and inaccuracy. Therefore it is necessary to limit the usage to prevent the negative implication in the society. Request of marriage establishment occurred prior to the enactment of marriage Law number 1 1974. It is basically register the marriage to maintain the welfare of the family.
|
|
Publisher |
Universitas Pesantren Tinggi Darul 'Ulum (UNIPDU) Jombang Jawa Timur Indonesia
|
|
Contributor |
—
|
|
Date |
2014-04-10
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Artikel Peer-review |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
https://journal.unipdu.ac.id/index.php/religi/article/view/414
|
|
Source |
Religi: Jurnal Studi Islam; Vol 5, No 1 (2014): April; 43-71
2477-8397 1978-306X |
|
Language |
ind
|
|
Relation |
https://journal.unipdu.ac.id/index.php/religi/article/view/414/361
|
|