Al-Qur`an dan Jender: Menghindari Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur`an
PROCEEDING: The Annual International Conference on Islamic Education
View Archive InfoField | Value | |
Title |
Al-Qur`an dan Jender: Menghindari Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur`an
|
|
Creator |
Ahmad, Ahmad
|
|
Description |
Jender merupakan sebuah topik yang selalu menarik untuk diperbincangkan, bukan saja karena menyangkut masalah separuh dari manusia yakni kaum perempuan, tetapi diskursus pemahaman dari beragam sudut pandang yang selalu bergulir menambah semarak perbincangan tersebut. Mulai dari artikel, buku, dan sejumlah tafsir maudlu’i sengaja ditulis untuk mengurai dan pedoman hidup memformulasikan perihal konsep jender yang dipaparkan agama yang dipandang sebagai pedoman hidup manusia. Perbincangan ini mengerucut pada kajian tentang jender dalam Al-Qur`an, sebuah tuduhan sekaligus isu yang dinilai menyudutkan Islam sebagai ajaran yang melegitimasi ketidak-setaraan dengan pembedaan jenis kelamin sebagai acuannya. Tuduhan yang mengarah pada Islam diantaranya datang dari Barat yang menyatakan bahwa hak-hak yang dimiliki perempuan Islam adalah teoritis dan semu, karena terdapat dalam sistem yang melegalkan poligami dan talak sebagai sesuatu hal unilateral atau sepihak (dari pihak suami: pen). Dan pandangan ini semakin menguat sehingga diperlukan penjelasan khusus oleh Islam tentang tiga hal: pertama, perkawinan adalah persatuan yang intim dan aliansi (personal) yang bersifat agung, serta merupakan suatu tindakan yuridis suatu kontrak. Dari sini poligami dipandang Barat sebagai hal yang merendahkan wanita. Tidak berhenti disini, terkait poligami ini dianggap bahwa Islam-lah yang pertama kali mengajarkannya adalah pernyataan yang salah sebab sebelum Islam sudah dikenal luas tentang eksistensinya bahkan dalam bilangan yang terbilang fantastis yakni puluhan orang istri, seratus bahkan lebih dari itu tanpa syarat dan batasan yang jelas. Dan setelah Islam datang, jumlah yang tak terkira tersebut dibatasi menjadi empat saja dan itu pun dengan syarat yang amat sulit dipenuhi yaitu adil. Adil dalam arti kemampuan suami dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal atau rumah, dan uang belanja. Adil yang disyaratkan di sini tidak menyangkut hati sebab hal itu mustahil terpenuhi. Padahal kalau mau mengkaji lebih mendalam sesungguhnya Islam memiliki alasan logis yang sulit dibantah tentang kebolehan poligami dalam berbagai sudut pandang. |
|
Publisher |
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nahdlatul Ulama Al Hikmah Mojokerto
|
|
Date |
2018-02-26
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/proceedings/article/view/256
|
|
Source |
PROCEEDING: The Annual International Conference on Islamic Education; Vol 3 No 1 (2018): Seri-1; 22-45
|
|
Language |
eng
|
|
Relation |
http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/proceedings/article/view/256/246
|
|
Rights |
Copyright (c) 2018 PROCEEDING: The 3rd Annual International Conference on Islamic Education
http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 |
|