PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF FIKIH MAZHAB SYAFI’I
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
View Archive InfoField | Value | |
Title |
PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF FIKIH MAZHAB SYAFI’I
|
|
Creator |
sulthon, Ahmad
|
|
Description |
Fenomena perkawinan di bawah umur dalam masyarakat Indonesia masih terus tumbuh subur, terutama pada daerah pedesaan dan kaum tradisionalis. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor keagamaan. Salah satunya adalah perilaku Rasul saw. pernah menikahi seorang gadis belia yang baru berusia 6 tahun, ‘Aisyah putri Abu Bakar ra. Namun, dari sisi medis perkawinan di bawah umur dipandang kurang baik, terutama dari segi kematangan fisik. Pun demikian, untuk mencapai tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah wa rahmah diperlukan kematangan mental dari calon pengantin. Oleh karenanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) menetapkan adanya syarat berupa batasan usia perkawinan. Lalu bagaimana fikih Islam, khususnya madzhab Syafi’i menanggapi hal ini? Penelitian ini berjenis penelitian kepustakaan (library research). Metode yang diguakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis-normatif. Tujuan yang ingin dicapai dengan analisis kualitatif adalah untuk menjelaskan suatu situasi, atau untuk mengupas pengertian baru yang diperkenalkan, atau menganalisa mengenai perkawinan di bawah umur. Dalam analisis data, penulis menggunakan metode content analisys dan deskriptif. Dalam kasus hukum perkawinan di bawah umur, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 menjelaskan bahwa pernikahan di bawah umur hukumnya tidak sah karena tidak memenuhi syarat umur boleh menikah, yaitu 19 tahun bagi laki-laki, dan 16 bagi perempuan. Jika masih ada penyimpangan ataupun perselisihan terkait batas umur ini, maka bisa diselesaikan oleh hakim yang berwenang di sidang pengadilan. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kewenangan hakim untuk menyelesaikan perselisihan terkait batas umur tersebut adalah sesuai dengan maksud kaidah hukm al-hakim yarfa’ al-khilaf. Batas umur pernikahan tidak pernah disinggung secara jelas oleh nas al-Qur’an dan al-Sunnah. Riwayat perkawinan Nabi Saw dengan Aisyah Ra. yang saat itu masih berusia 6 (enam) tahun, menjadi landasan bagi madzhab Syafi’i untuk tidak memasukkan batasan usia bagi kedua calon pengantin. Pertimbangan kemashlahatan bagi calon mempelai yang akan menjalankan perkawinan diserahkan atas pertimbangan masing-masing wali dari kedua belah pihak. Pernikahan di bawah umur dalam pandangan madzhab Syafi’i berhukum sah, sepanjang syarat dan rukun-rukun perkawinan terpenuhi. Dengan demikian, pandangan madzhab Syafi’i berbeda dengan kandungan Undang-Undang perkawinan. |
|
Publisher |
Prodi Hukum Keluarga Islam, IAI Uluwiyah Mojokerto
|
|
Date |
2022-03-24
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://ejournal.iaiuluwiyah.ac.id/index.php/qisth/article/view/269
|
|
Source |
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth; Vol 3 No 2 (2020): Jurnal Hukum Keluarga Islam El- Qisth, Vol. 3 No. 2 Desember 2020
2621-1319 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
http://ejournal.iaiuluwiyah.ac.id/index.php/qisth/article/view/269/190
|
|
Rights |
Copyright (c) 2020 Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
|
|