NIKAH PAKSA AKIBAT ZINA OLEH APARATUR DESA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh )
Turatsuna : Jurnal Keislaman dan Pendidikan
View Archive InfoField | Value | |
Title |
NIKAH PAKSA AKIBAT ZINA OLEH APARATUR DESA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh )
|
|
Creator |
Tiawan, Agus
|
|
Description |
Prinsip pernikahan persetujuan kedua calon mempelai terdapat dalam KHI Pasal 16 dan ketentuan hukum di dalam pasal 6 ayat (1) bab II mengenai Syarat-syarat Pernikahan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Pernikahan, bahwa pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Hasil dari penelitian ini adalah, 1. praktik nikah paksa telah sesuai dengan konsep ijbar, yaitu tidak ada kebencian antara mempelai, tidak ada kebencian antara mempelai dengan wali, calon suami harus setingkat, mahar, calon suami tidak akan melakukan tindakan kekerasan. 2. Faktor adalah karena adat istiadat, yaitu mengambil suatu keputusan berdasarkan musyawarah dengan mempertimbangkan banyak hal. 3. Tinjauan hukum Islam, Dari (QS. An-Nūr: 3) menjelaskan mengenai keharusan pezina hanya menikahi pezina, dan dengan mempertimbangkan beberapa kemaslahatan, maka nikah paksa karena zina dibenarkan. Sedangkan dalam Hukum positif, Dalam KHI yang dimuat dalam Instruksi Presiden No 01 Tahun 1991 dan Ketetapan Menteri Agama No 154 Tahun 1991 menyatakan bahwa yang harus menikahi wanita hamil diluar nikah adalah laki-laki yang menghamilinya.The principle of marriage which is based on the approval of the two prospective brides is also explained in Article 16 KHI and the legal provisions in Article 6 paragraph (1) chapter II concerning the Conditions for Marriage in Law Number 16 of 2019 concerning amendments to Law No.1 of 1974 concerning Marriage, that marriage must be based on the agreement of the bride and groom. The results of this study are, 1. the practice of forced marriage is in accordance with the concept of ijbar, namely there is no hatred between the bride and the groom, there is no hatred between the bride and the guardian, the prospective husband must be at the same level, dowry, the prospective husband will not commit acts of violence. 2. Factors are due to customs, namely taking a decision based on deliberation by considering many things. 3. Review of Islamic law, Dari (QS. An-Nūr: 3) explaining the obligation for adulterers to only marry adulterers, and taking into account several benefits, forced marriage due to adultery is justified. Whereas in positive law, in the Compilation of Islamic Law in Indonesia which is regulated in Presidential Instruction Number 1 of 1991 and Decree of the Minister of Religion Number 154/1991, it is stated that a woman who is pregnant out of wedlock can only be married to the man who impregnated her.
|
|
Publisher |
Turatsuna : Jurnal Keislaman dan Pendidikan
|
|
Contributor |
—
|
|
Date |
2021-01-25
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://riset.unisma.ac.id/index.php/TRSN/article/view/9610
|
|
Source |
Turatsuna : Jurnal Keislaman dan Pendidikan; Vol 3, No 1 (2021): FEBRUARI; 38-48
2337-6325 |
|
Language |
eng
|
|
Relation |
http://riset.unisma.ac.id/index.php/TRSN/article/view/9610/7665
|
|
Rights |
Copyright (c) 2021 Turatsuna : Jurnal Keislaman dan Pendidikan
|
|