Record Details

KONSTRUKSI FILOSOFIS HALUAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN HUBUNGAN ANTARA MPR DAN PRESIDEN SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

Jurnal Hukum dan Kenotariatan

View Archive Info
 
 
Field Value
 
Title KONSTRUKSI FILOSOFIS HALUAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN HUBUNGAN ANTARA MPR DAN PRESIDEN SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
 
Creator Djaja Sidarta, Dudik
., Subekti
 
Description  Adanya wacana untuk menghidupkan kembali Garis besar Haluan Negara (GBHN) yang digagas oleh para elit politik menarik untuk dikaji, mengingat sistem demokrasi di bawah Undang-Undang Dasar 1945 ( UUD 1945) sebelum amandemen menganut sistem demokrasi tidak langsung, sedangkan pada saat ini di bawah UUD 1945 amandemen menganut sistem demokrasi langsung, terbukti dalam UUD 1945 amandemen ini memberikan jaminan bahwa semua anggota perwakilan harus dipilih dan tidak ada yang diangkat lagi. Penelitian ini mengkaji dua hal yaitu status presiden terhadap MPR jika PPHN tetap dilaksanakan dihadapkan dengan status Presiden terhadap rakyat dalam rangka janji janji para calon presiden dan wakil presiden saat mereka menawarkan program kerja dalam rangka pemilihan umum demi menegakan demokrasi secara langsung, akan berjalan secara efisien dan efiektif dalam penyelenggaraan negara. PPHN yang dibuat oleh MPR akan lebih bersifat berkelanjutan seperti halnya GBHN pada masa lalu, dimana bisa bertahan sampai 30 tahun. GBHN bisa terjadi disebabkan pada masa Orde Baru tersebut penguasanya adalah partai dan rezim pimpinan Soeharto yang terus menerus berkuasa sehingga praktis GBHN bisa berkelanjutan, sedangkan saat ini dimana penguasa bisa berbeda-beda tergantung hasil pemilihan umum, sehingga anggota MPR, DPR yang juga merangkap anggota MPR dan presiden bisa berubah-ubah sehingga diprediksikan tidak akan bisa menjamin PPHN berkelanjutanKata-Kunci: PPHN, MPR, Presiden, DemokrasiThe existence of a discourse to revive the Outline of State Policy (GBHN) which was initiated by the political elite is interesting to study, considering that the democratic system under the 1945 Constitution (UUD 1945) prior to the amendments adopted an indirect democratic system, whereas at present it is under the 1945 Constitution. The 1945 amendment adopts a direct democracy system, as evidenced in the 1945 Constitution this amendment provides a guarantee that all members of the representative must be elected and no one is appointed again. This study examines two things, namely the status of the president against the MPR if the PPHN continues to be implemented in the face of the President's status against the people in the context of the promises of the presidential and vice presidential candidates when they offer work programs in the context of general elections to uphold democracy directly, will run efficiently and effective in the administration of the state. The PPHN made by the MPR will be more sustainable like the GBHN in the past, which could last up to 30 years. The GBHN could occur because during the New Order era the rulers were the party and regime led by Suharto, which continued to rule so that the GBHN could practically be sustainable, while at this time the rulers can vary depending on the results of the general election, so that members of the MPR, DPR are also members of the MPR. and the president can change so that it is predicted that he will not be able to guarantee a sustainable PPHN.Keywords: PPHN, MPR, President, Democracy
 
Publisher Universitas Islam Malang
 
Contributor
 
Date 2022-02-14
 
Type info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion

 
Format application/pdf
 
Identifier http://riset.unisma.ac.id/index.php/hukeno/article/view/15216
10.33474/hukeno.v6i1.15216
 
Source Jurnal Hukum dan Kenotariatan; Vol 6, No 1 (2022); 311-322
26557789
25493361
10.33474/hukeno.v6i1
 
Language eng
 
Relation http://riset.unisma.ac.id/index.php/hukeno/article/view/15216/pdf
 
Rights Copyright (c) 2021 Jurnal Hukum dan Kenotariatan